Loading...
Rabu, 19 Maret 2014

Pagelaran Wayang Politik





 ‘Dinamika Politik Dan Strategi Menggaet Suara Rakyat Dalam Pemilu 2014’

  Evaluasi terhadap perkembangan politik dan budaya politik Indonesia era reformasi, yang sampai pada kenyataan bahwa reformasi yang berlangsung tidak menunjukan hadirnya efektivitas penggunaan kekuasaan, perubahan atau pembangunan politik, kecuali pada perspektif perebutan kekuasaan. Dalam fokus politik makro lebih didominasi pada hubungan antar aktor-aktor politik. Bahkan secara keseluruhan politik Indonesia masih terkonsentrasi pada kepentingan negara dibanding pada kepentingan masyarakat atau rakyat. Begitu juga tentang kebijakan desentralisasi yang dilandasi dengan gerakan reformasi, dan hanya memindahkan “sentralisme” politik dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah.

Sisi lain, “transisi” yang terjadi menciptakan konflik-konflik politik pada tingkatan partai politik, yaitu antara kepentingan-kepentingan (elitis maupun kolektif) serta antara kepentingan dengan ideologi dimana konflik politik yang muncul adalah tarikan pada perspektif konservatisme yang mencoba kukuh pada pemikiran, sistem dan mekanisme yang lama, yang menjadikan tarikan pada konflik kepentingan dari perebutan kekuasaan dan ketegangan ideologis yang sangat kentara pada gerakan atas “islamic state” dari sebagian kelompok muslim yang berseberangan dengan kelompok nasionalis –nasionalists state. Disamping itu pada dimensi perebutan kekuasaan terdapat pola hubungan internal partai-partai politik dimana pola hubungan pasca reformasi “partai” politik keberadaan menjadi keharusan dalam kehidupan politik modern di indonesia.
Disinilah partai politik, disamping sebagai wujud dari demokratisasi namun merupakan organisasi yang memiliki peran dan fungsi memobilisasi rakyat atas nama kepentingan-kepentingan politik sekaligus memberi legitimasi pada proses-proses politik, di antaranya adalah tentang “suksesi” kepemimpinan nasional.
Reformasi dapat diposisikan selalu sarat dengan perebutan kekuasaan (power building) dan bukan pada efektivitas penggunaan kekuasaan (the use of power). Institusionalisasi politik terbelah akibat dari peneguhan personalisasi politik dari elite-elite di lingkar kekuasaan. Maka bawaan dari perebutan kekuasaan dan persolisasi politik memunculkan diskursus politik yang lebih terfokus pada persoalan penggantian dan posisi elite politik tetapi bukan pada bentuk-bentuk kompetisi program-program kerja partai. Partai politik masih menjadi alat dari kepentingan mobilisasi politik. Parahnya dinamika politik masa reformasi adalah lebih merupakan politik kesempatan (the politics of opportunities) dan bukan seni dari kemungkinan-kemungkinan (the art of the possible), dimana kesempatan adalah kemungkinan yang tersedia dalam masa sekarang sedang kemungkinan adalah kesempatan yang dapat dan masih harus diciptakan di masa depan.
Nah, menjelang hajatan demokrasi pada pemilu legislatif dan pilpres tahun 2014 ini bagimanakah kontestasi yang akan terjadi? Bagimana pula perilaku para politisi untuk memobilisir rakyat dan menggaet suara untuk mendulung pemenangan, serta tentu bagaimana dengan harapan masa depan negara dan bangsa ini.
Wayang yang menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan merupakan budaya asli bangsa Indonesia dan merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP