Batik
Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Momentum tersebut mestinya dimaknai
oleh segenap negeri ini untuk meningkatkan harkat hidup para pengrajin dan
buruh batik tradisional. Selain menjadi warisan budaya yang termashur batik
juga harus bisa menjadi leverage ekonomi kerakyatan. Apalagi banyak daerah yang
mulai mengembangkan industri Batik dengan motif khas daerahnya termasuk Batik
Bakaran.
Era sekarang ini sedang semaraknya membicarakan dan
mengenakan batik untuk berbagai keperluan. Hal itu sangat baik, karena batik
sebagai kekayaan budaya bangsa diakui oleh UNESCO sebagai seni budaya
Indonesia. Oleh sebab itu perlu penekanan khusus pendidikan seni yang
mengenalkan keragaman budaya bangsa. Secara yuridis keberadaan pendidikan seni
budaya seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003, pada pasal 4 ayat 1 yang mengatur tentang prinsip penyelenggaraan
pendidikan yang mempertimbangkan nilai-nilai kultural masyarakat yang sangat
beragam. Penyadaran warga masyarakat melalui pendidikan seni
budaya sangat medesak untuk dilakukan bangsa ini, mengingat bangsa yang besar
dan beragam seperti ini memiliki kekayaan beragam budaya yang harus selalu
dilestarikan dan dikembangkan. Pentingnya pendidikan seni dalam masyarakat
multikultural dikembangkan adalah pertama, berfungsi sebagai sarana efektif
untuk memecahkan persoalan konflik. Kedua, sebagai sarana untuk mengenalkan
budaya kepada masyarakat agar tidak
tercabut dari akar budayanya. Ketiga, sangat relevan di alam budaya demokrasi
seperti sekarang. Jangan sampai anak bangsa tercabut dari akar budayanya
sendiri, untuk itu pendidikan harus segera tanggap dan melaksanakan
pembelajaran berbasis budaya sendiri. Keragaman budaya Indonesia yang diikat
oleh pita emas Bineka Tunggal Eka merupakan landasan dasar yang dikemas dan
dicengkeram erat oleh dasar negara kita Pacasila sebagai spirit untuk hidup
bersama yang damai dan sejahtera.
Negara kita memiliki budaya tradisi, kerajinan yang
beraneka ragam mulai ditinggalkan oleh generasi masyarakat pendukungnya. Hal
ini dikarenakan dunia pendidikan kurang mengakomodasi potensi budaya lokal
dalam kurikulum dan pembelajaran di sekolah. Dalam Standar Isi tersebut,
apresiasi seni daerah setempat, nusantara, dan macanegara, tetapi para guru
belum mampu memahami dan mengambil keputusan untuk mengimplementasikan dalam
pembelajaran secara benar. Pembelajaran di sekolah masih bersifat rutinitas,
belum ada inovasi sama sekali. Hal itu menyebabkan generasi bangsa ini mulai
tidak mengenal budayanya sendiri, meninggalkan budayanya sendiri atau mereka
asing dari budayanya sendiri. Kapan lagi kalau tidak sekarang penataan kembali pelestarian keterampilan kerajinan diintegrasikan kembali dengan
kebudayaan dan kehidupan lingkungan masyarakat pendukungnya. Harapannya Batik betul-betul
hidup, dihidupi, dan menghidupi kebudayaan.
0 komentar:
Posting Komentar